Ringkasan dan Contoh Artikel Tugas Bahasa Indonesia
Ringkasan Artikel 1
Desa Pancasila
Desa
Pancasila adalah nama sebuah desa dikecamatan Natar, Lampung. Namun, Desa
Pancasila bisa juga merupakan suatu tipe desa yang multikultural, yang warganya
memeluk agama lebih dari satu agama. Selain Islam, Hindhu sebagai agama dominan
sebelumnya, dan Kristen sebagai agama yang baru datang. Walaupun berbeda agama,
warga desa Bulun di daerah yang dahulu adalah wilayah kerajaan Blambangan, Jawa
Timur, yang Hindu hidup rukun dan bebas menjalankan ajaran agama masing-masing.
Sebuah desa yang dibangun dengan menerapkan lima sila dalam Pancasila.
Desa Pancasila bisa dipahami sebagai penerapan esensi Pancasila, sedangkan Pancasila itu sendiri dalam teori liberalisme politik John Rawls adalah suatu kerangka dasar bagi sistem tata kelola masyarakat yang mejemuk secara lestari dan kelanjutan. Masalahnya adalah bagaimana penerapan esensi Pancasila itu pada tingkat desa yang mengalami urbanisasi bukan dalam arti perpindahan penduduk dari desa ke kota, melainkan perkembangannya kehidupan urban yang makin individualistis di daerah pedesaan yang mengerosi solidaritas. Para ahli umumnya berpendapat bahwa nilai nilai esensial Pancasila itu masih mengakar pada masyarakat desa persoalan baru timbul saat dilakukan pembangunan yang dipimpinn negara atau pembangunan dari atas yang sentralisitis sehingga berdampak perkembangannya materialisme dan persaingan yang melahirkan konflik. Padahal, pembangunan seharusnya bersumber dari gagasan kemajuan, yaitu kebebasan dan persamaan. Pembangunan pada umumnya, termasuk pembangunan desa, diartikan sebagai upaya penyediaan alat-alat penguas kebutuhan yang bersifat material atau kebutuhan ekonomi. Kepentingan ekonomi yang meluas akan menimbulkan organisasi yang besar dan rumit yang mengancam kemartabatan warga. Kebutuhan itu bukan hanya bersifat ekonomi, melainkan sosial dan juga spiritual.
Pembangunan
ekonomi menimbulkan eksploitasi, persaingan, dan konflik kepentingan. Karena
tujuan masyarakat yang adil dan makmur harus berpedoman pada nilai Pancasila,
sebagaimana dikatakan Bung Karno. Dengan demikian, pembangunan desa
dalam modernisasi harus diikuti dengan pemberdayaan masyarakat dalam
penerapan esensi Pancasila yang lima itu melalui pemberdayaan, ekses-ekses
pembangunan dalam arti modernisasi akan bisa dicegah.
Sila
Ketuhanan yang Maha Esa akan mengimbangi materialisasi yang akan dibutuhkan
sebagai rangsangan dapat diimbangi dengan spiritualisasi. Sila Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab akan menimbulkan humanisasi pembangunan dan pencegahan
ekspeloitasi sumber daya, yang menimbulkan dehumanisasi. Sila Persatuan
Indonesia akan meneguhkan asas kekeluargaan dan gotong royong yang dinamis.
Sila Kerakyatan akan mencegah konflik. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia akan menimbulkan kesejahteraan sosial : kekayaan bangsa akan tetap
beredar ditingkat desa melalui mekanisme koperasi.
Dengan
demikian, pembangunan Desa Pancasila adalah pelaksanaan desentralisasi
pembangunan dan pembangunan dari pinggiran.
Ringkasan Artikel
2
Isnyarat Presiden
Untuk
memeriahkan tahun ke-71 kepada sepanjang bulan agustus 2016 Galeri
Nasional Indonesia akan memamerkan puluhan lukisan koleksi Istana Kepresidenan
Republik Indonesia. Kehadiran lukisan itu akan diiringi sajian foto-foto
dokumentasi tematik Istana (Kepresidenan). Suguhan mengejutkan ini berawal dari
kedekatan Presidenan Joko Widodo dengan banyak lukisan di Istana Bogor, tempat
ia bermukim. Setiap dinding Istana Bogor memang dihiasi lukisan beraneka tema
dan era. Keterkaitan ini berlanjut ketika Presiden menyaksikan ratusan karya
lain di Istana Jakarta, Yogyakarta, Cipanas, dan Tampaksiring.
Atas
materi pameran “Goresan Juang Kemerdekaan”, kita bias membaca sejumlah pesan
Presiden, yang semuanya berhubungan dengan nilai-nilai. Peratama, nilai
historis, lantaran tiap-tiap benda seni koleksi Istana merefleksikan spirit
sebuah era dan jadi antenna social seperti yang dikatan Marshall Mcluhan.
Kedua, nilai visual koleksi yang sebagian besar menunjukkan kemaestron sehingga
mencirikan keterampilan bangsa berbudaya tinggi. Ketiga,nilai keberagaman tema
dan corak yang mengindikasikan kekayaan kultur dan subkultur Indonesia Raya.
Keempat, nilai jati diri karya yang membawakan kebebasan individu sebagai
cerminan seniman bangsa merdeka. Yang kelima adalah nilai nominalnya yang, oleh
para ekspertis art market, dianggap luar biasa. Arsip uji-petik Istana memang
menulis bahwa berdasarkan dat nominalisasi aset koleksi Istana memang menulis
bahwa berdasarkan data nominalisasi aset koleksi Istana. Perhatian
Presiden menjadi semakin terfokus ketika dibenturkan dengan reakitas yang ia
lihat: betapa selama ini Negara lupa memperhatiakan eksitensi benda-benda
koleksi itu lantaran Negara terlampau ingin bermain di “ranah besar”, populis,
dan menjanjikan citra, seperti politik, social, dan ekonomi.
Dengan
begitu, pameran “Goresan Juang Kemerdekaan” bukan sekedar pertunjukan koleksi,
melainkan juga beragam presentasi dari stategi politk kebudayaan dari Sang
Jokowi.
Artikel ke-3
Meneguhkan Supremasi Ekologi Kota
Oleh Suparto Wijoyo
Gempita
pelaksana The Thirrd Session of The Preparatory Committee for United Nations
Habitat atau Prepcom-3 UN Habitat II, 25-27 Juli 2016, di Surabaya, sungguh
menggugah. Prepcom III ini secara tematik diterima sebagai titik
rangkaian persiapan Konferensi Besar UN Habitat III di Quito, Ekuador, Oktober
mendatang, Prepcom III menurut “takdirnya” adalah panen raya
pemerintah kota dan NKRI yang selama ini menyorongkan program green and
clean serta kota berkelanjutan yang partisipatoris.
Memang
waraga kota semarang ini-Surabaya sebagai contoh kasus-70-75 persen bahkan
sangat bersih, meski 5-15 persen secara akumulatif ada yang belum menikmatinya.
Ini tentu menjadi pekerjaan rumah yang mesti terus dikawal agar semua warga
kota, di mana pun bermukim, mendapatkan haknya secara baik dan benar. Prepcom
III niscaya mennggeliatkan kesejatian Surabaya sebagai kota yang beradap secara
ekologis: Surabaya “Kota taman” Surabaya “Kota hijau” demi terselenggaranya
Surabaya kota berkelanjutan. Hal ini bisa terwujud karena pemkot Surabaya
(ataupun kota – kota lain di Dunia yang senapas) Mau merepormulasi kebijakan
ekologis-ekonomis dan social perkotaan dengan menggerakkan warganya sedasar
watak arek suroboyo: Gotong royong perkotaan. Suasana kebatinan
warga kota Surabaya dalam menyambut Prepcom III. Sangat berpariasi dengan ragam
kegiatan. Bahkan, ingatan public dapat berkelana menelusuri pesona
kanal-kanal di Belanda, Inggris, ataupun sungai Seine di Paris. Sungguh betapa
dikesankan ide dasar transportasi air (water bus) dulu itu andai sudah
terealisasi saat ini, yang dapat menjadi jendela pembuka pengembangan wisata
sungai di Surabaya di Genteng.
Saatnya
telah tiba untuk meneguhkan suprementasi ekologis Surabaya dengan ketulusn
nurani social dan ekonomi secara tegral. Ajang Prepcom III harus dimaknai
menjadi wahana besar menggelorakan “spirit hijau” pembangunan perkotaan yang
berpermukiman sangat humanis-ekologis dan ekonomis.
Artikel ke-4
Standar Politik Pendidikan
Oleh SAIFUR ROHMAN
Sebulan
setelah anggaran pendikikan ditambahi o;eh legislative, Presiden Joko Widodo
mengganti menteri pendidikan dan kebudayaan (27/7/2016). Hal itu menjadi
persoalan karena penambahan anggaran memiliki nilai strategis dalam praktik
kebijakan pendidikan kedepan.
Secara
ideal, tekad penyediaan anggaran pendidikan sebesar 20 pesen dari APBN mestinya
disertaidengan kejelasan peta politik pendidikan untuk mencapai cita-cita
nasional. Konkreknya, refleksi terhadap politik pendidikan di Imdonesia tidak
bias dilepaskan dari kebijakan-kebijakan sebelumnya inpiikasi atas
peraktik pendidikan pada masa depan. Sebagai contoh, Menteri pendidikan dan
kebudayaan (Mendikbut) muhadjir Effebdy, menyatakan akan melakukan pembenahan terhadap
persoalan guru dan tenaga kependidikan (27/7/2016). Sebetulnya hal setali tiga
uang dengan niat Anies Baswedan sebelumnya Dalam rangka Anies Baswedan,
penambahan angka Rp 1 triliun dalam anggaran pendidikan 2016 diarahkan pada
empat realokasi. Pertama,Untuk pelakasanaan tugas teknis Rp 47.114 miliar.
Kedua, Untuk pendidikan dasar dan menengah sebesar Rp 356 Miliar. Ketiga u tuk
pendidikan anak usia dini (PAUD) Rp 50 Miliar. Keempat, untuk guru dan tenaga
kependidikan Rp 546,7 Miliar. Faktanya, strategi itu mencerminkan politik. Hal
itu tidak relevan dengan cita-cita kebangsaan yang hendak mewujudkan manusia
Indonesia seutuhnya.
Fakta
tersebut menunjukkan penambahan dana bagi pendidikan tidak memberikan jaminan
dalam perbaikan Orientasi Politis Pendidikan. Berdasarkan analisis kebijakan
diatas, tampak lebih dari separuh dana tambahan dari legislative untuk
dimanfaatkan untuk pengembangan tenanga kependidikan. Sementara itu, disisi
lain, tampak jelas pula bahwa pengembangan tersebut belum mendapatkan pijakan
nalar yang memadai.
Jika
kebijakan tidak diubah, kita tidak harus masygul bahwa dalam mewujudkan
cita-cita nasional kita, sesungguhnya politik pendidikan di Indonesia masih
jauh panggang dari api.
Artikel ke-5
Pemilu dan Stagnasi Demokrasi
Oleh
INDRA PAHLEVI
Kurang
dari tiga tahun, pemilu akan kembali digelar pada 2019. Berdasarkan pengalaman
pemilu-pemilu sebelumnya, persiapan harus dilakukan setidaknya 2,5 tahun
sebelumnya jika ingin kembali terulang pemilu amburadul dengan alasan mepetnya
persiapan. Apalagi tahun 2019 adalah pemilu pertama diselenggarakannya pemilu
serentak berdasarkan putusan Mahkama Konstutusi, yaitu diselenggarakannya
pemilu untuk memilih anggota DPRD, DPR, dan DPD bersamaan dengan pemilu
presiden dan wakil presiden. Persiapan paling mendesak adalah kerangka hukum
pemilu, baik pemilu untuk memilih anggota DPRD, DPR, dan DPD serta pemilu untuk
memilih presiden dan wakil presiden.
Saat
ini masih berlaku dua UU tentang pemilu: (1) UU No 8 tahun 2012 tentang pemilu
untuk Memilih Anggota DPRD, DPR, dan DPD; (2) UU No (2) UU No 42 tahun 2008
tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang sesungguhnya sudah out
off datesejak pemilu 2014. Kerangka hukum atau yuridis merupaka landasan
hukum.
Disadari,
hingga saat ini kondisi yang terjadi belum ideal meskipun UU pemilu sudah
berupaya mengatur berbagai hal, termasuk proses pencalonan. Salah satu sebabnya
tentu karena masih adanya persoalan dalam tubuh partai politik yang hingga saat
ini masih diyakini sebagai salah satu pilar demokrasi. Partai politik memiliki
kewajiban menyediakan kader-kader terbaik untuk dinominasikan sebagai calon
anggota lembaga perwakilan dan kemudiaan melaksanakan tugas jadi wakil rakyat
jika terpilih dengan tugas dan fungsi yang dimilikinya. Berbagai persoalan
diatas harus menjadi perhatian, khususnya bagi pemerintah dan tentu
fraksi-fraksi di DPR, pada saat pembahasan RUU pemilu mendatang.
UU
pemilu mendatang harus benar-benar menjadi landasan bagi terselenggaranya
pemilu yang tidak hanya ”luber dan jurdil”, tetapi muga berkualitas dan semakin
tumbuhnya demokrasi yang substansif. Jadi, bukan sebaliknya, malah menjadi
demokrasi yang stagnan atau bahkan demokrasi yang beku. Semoga.
Artikel ke-6
Bangsa Tanpa Bahasa Ibu
Oleh INDRA TRANGGONO
Alrm
semakin terancam punahnya bahasa daerah semakin sering berbunyi di telinga
kebudayaan bangsa kita, termasuk dari Kongres Bahasa Daerah Nusantra di Bandung
(2/8). Benarkah bangsa kita ke depan akan menjadi bangsa tanpa bahasa ibu?
Eksistensi
bangsa Indonesia lahir dari rahim suku-suku bangsa di Nusantara. Begitu juga
dengan budaya dan bahasanya, Sumpah Pemuda 1928 merupakan momentum
politik-kebudayaan sangat penting yang menandai munculnya ide tentang bangsa
kesatuan Indonesia. Pada momentum itu, telah bangkit kesadaran kolektif,
berbagai suku bangsa di Nusantara untuk berikrar dalam menciptakan sebuah
entitas besar bernama Indonesia (bangsa, tanah, air, dan bahasa).
Sindrom
mengindonesia yang lebih diartikan Mem-“Barat” pun semakin menguat. Turunan
akibatnya, jutaan keluarga di negari ini semakin mengesampingkan bahasa ibu
yang dianggap tidak fungsional lagi dalam pergaulan, baik dalam level nasional
maupun internasional. Terutama berkaitan dengan keuntungan material
dan-material (nilai, symbol, status bergengsi). Bahasa ibu hanya menjadi bahasa
upacara social, kesenian tradisional, akademik (dibutukan dalam penelitian
atas budaya etnik). Dalam lingkup dan tidak lagi menjadi bahasa
sehari-hari.
Semua
itu pasti tidak mudah untuk mengingat begitu besarnya godaan warga dan Negara
untuk menjadi “Malinkundang”; keluar dari cangkang-cangkang itu budaya tradisi
demi menjadi manusia global dan liberal serta hidup tanpa bahasa ibu.
Artikel ke-7
Gambaran Pemilu Serentak 2019
Pemilu
2019 akan lain dari pengalama pemilu sebelumrnya justru karena keserentakannya.
Pemilu serentak merupakan konsekuensi keputusan Mahkamah Konstitusi, 23 Januari
2014, yang mengabulkan permohonan uji materi Koalisasi Masyarakat Sipil untuk
Pemilu Serentak. Sistem ini member “insentif” kepada calon dan pemilih untuk melakukan
transaksi jual-beli suara, langsung ataupun tak langsung. Sistem yang juga
disebut Sistem Pemilu Proporsional yang Berpusat pada Kandidat (PR with
candidate-centred) ini berpijak bukan kompetisi antarpolpor, melainkan
antarcalon dari partai yang sama di dapil yang sama (intra-party
competition). Ketatnya kompetensi justru membuka peluang korupsi,
termasuk “membeli” suara pemilih, juga mereduksi idealogi menjadi pragmatisme.
Masih banyak isu yang dapat dibahas dalam proses perubahan
perundang-undangan yang mendasari pelaksanaan Pemilu Serentak 2019, seperti
masalah pendanaan hingga penyelesaian sengketa pemilu. Gambaran utuh belum kita
dapatkan hingga kini, kecuali berbagai pandangan variatif yang berkembang dari
sejumlah pihak, yang bermanfaat sebagai referensi penentu kebijakan. Dalam
menggulirkan perundang-undangan baru, pemerintah dan DPR dituntut segera
mewujudkan gambaran itu. Parpol tentu sangat berkepentingan agar aturan main
baru menguntungkan mereka. Itu wajar. Namun, kepentingan lebih besar harus
tetap diutamakan. Pemilu serentak harus mengarah pada praktik demokrasi
berkualitas dan memperkuat integrasi bangsa.
Artikel ke-8
Menghargai Merah Putih
Menjelang
peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI seperti sekarang ini, ingatan
masyarakat Indonesia biasanya akan lebih banyak diisi perebutan kemerdekaan,
yang kemudian diprokmasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Walaupun
telah berlangsung 71 tahun lalu, momentum peringatan Hari Proklamasi
Kemerdekaan selalu member nuansa kebatinan dalam kehidupan masyarakat
Indonesia, yang seolah-olah membawa kembali ke masa-masa ketika para pemuda
pejuang berkumpul di Jalan Pegangsaan Timur No 56 Jakarta. Mereka memproklamasikan
kemerdekaan Negara bernama Indonesia, dan mengibarkan bendera Merah Putih
yang menjadi salah satu symbol atau tanda sebuah Negara merdeka.
Bendera Merah Putih dijahit tangan Ibu Fatmawati, dan dikibarkan secara
patriotic oleh Latief Hendraningrat bersama Soehoed Sastro Koesoemo di kediaman
Ir Soerkarno adalah symbol yang menandai lahirnya sebuah negar yang
merdeka setelah 350 tahun berada dalam cengkeraman kolonialisme. Semua yang
hadir pada saat itu terlihat sangat emosional, campur aduk perasaan antara
terharu dan bangga, karena telah berhasil mengibarkan symbol Negara sehingga
dunia mengetahui bahwa sebuah Negara sehingga dunia mengetahui bahwa sebuah
Negara bernama Indonesia telah lahir.
Oleh
karena itu, melalui momen peringatan 71 tahun kemerdekaan pada 17
Agustus 2016, marilah sebagai anak bangsa kita mereformasi diri
dengan cucuran darah dan air mata para pejuang dan pahlawan kusuma bangsa.
Bangkitkan kembali rasa nasionalisme.
Artikel ke-9
Ketika Guru Harus Berhadapan dengan Hukum
Oleh RETNO LISTYARTI
Belum selesai katerkejutan public terhadap para guru yang dikriminalkan
orangtua siswa karena dinilai telah melakukan kekerasan terhadap anak mereka,
kini kita dikejutkan oleh kasus Dasrul. Guru Arsiktur di SMK N 2 Makassar,
Sulawesi Selatan, yang dianiaya orangtua murid karena diduga menampar anaknya.
Baik Dasrul maupun orangtua siswa yang menganiaya kemudian saling membuat
pelaporan ke polisi.
Banyaknya kasus guru yang “dikriminalkan” orangtua menunjukkan bahwa
hubungan orangtua dan sekolah tidak harmonis. Ketidakharmonisan disekolah sulit
diselesaikan secara damai. Mendekatkan orangtua dengan sekolah, orangtua
sisawa mengkriminalkan guru seharusnya tidak terjadi andaikan hubungan di antara
kedua orangtuanya berjalan baik dan harmonis.
Banyaknya isu strategis yang dapat dikembangkan menjadi terobosan
bersama antarlembaga pemerrintah mengenai persoalan hukum yang dihadapi oleh
para guru dan tenaga kependidikan. Setidaknya ada lembaga- lembaga itu yang
dapat saling menguatkan, mengevalusi, dan membangun karakter pendidikan kita
secara komprehensif. Sebutlah di antaranya Komnas HAM, KPAI, Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Asosiasi Profesi Guru, dan Kementrian Pendidikan, di mana
public sering membenturkan antara aturan-aturan hukum
yang dianggap tumpang tindih antar lembaga sehingga justru banyak merugikan
berbagai pihak. Kita semua menginginkan terjadinya sinergitas dalam penegakan
hukum pada dunia pendidikan.
Artikel ke-10
Hari Kemanusiaan Sedunia 2016
Oleh DOUGLAS BRODERICK
Hari
ini kita menyaksikan penderitaan manusia pada skala yang belum pernah terjadi
sejak akhir Perang Dunia Kedua. Lebih dari 130 juta orang di seluruh dunia
membutuhkan bantuan kemanusiaan. Jika dikumpulkan, mereka dapat membentuk
Negara berpenduduk terdapat keseluruh di dunia. Dalam nuansa mengejutkan dan
menyedihkan seperti inilah kita memperingati Hari Kemanusiaan Dunia.
Indonesia
merupakan salah satu Negara yang paling rawan bencana di dunia. Dalam sepuluh
tahun terakhir ada 11.274 kejadian bencana yang melanda negeri ini, dengan
193.240 korban dan Rp 420 triliun kerugian ekonomi selama periode yang sama.
Setiap tahun ribuan orang laki-laki dan perempuan pemberani dari
masyarakat lokal, pemerintah daerah, dan pekerja masyarakat sipil tanpa telah
membawa bantuan kemanusian penyelamatan jiwa kepada mereka yang membutuhkan,
sering kali resiko fatal bagi diri mereka sendiri.
Di Indonesia, upaya penanganan bencana dilakukan dengan pendekatan
“seluruh komponen masyarakat” baik pemerintah, lembaga usaha, masyarakat,
maupun mereka yang terdampak. Banyak pelajarari dan praktik terbaik yang
dikembangkan.
PBB telah bekerja sama dengan Indonesia dalam masa-masa sulit dan siap
mendukung kegiatan kemanusiaan untuk kemajuan negeri ini, termasuk dalam upaya
bangsa untuk kemajuan negeri ini, termasuk dalam upaya bangsa untuk memberikan
bantuan kapada masyarakat yang terkena dampak bencana dan krisis di dalam
negeri dan di negeri lain.
Artikel ke-11
Demokrasi Mereka
Oleh BONI HARGENS
Kenapa
selalu ada “kita-mereka” dalam politik? Kalau Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
adalah symbol pilihan rakyat, lantas siapa mereka yang bergabung dalam koalisi
keluarga”? Demokrasi hanya mengenal “kita” dan “mereka” sudah biasa dalam
politik. Pendekatan konflik biasanya membelah entitas social atas dikotomi
“kita-mereka”.
Pada
paruh kedua abad ke-20, bersamaan dengan meluasnya gelombang demokratisasi
Huntingtonian, pendekatan konflik mulai ditinggalkan dan digantikan pendekatan
integrasi. Ada keyakinan di kalangan agensi soal dan politik bahwa kekitaan
adalah syarat mutlak membangun komunitas bangsa dan dunia yang demokratis.
Maka, membangun kekitaan adalah sebuah upaya sengaja yang menuntut kesadaran
dari tiap komponen social dan politik.
“Koalisi
keluarga” yang dirancang untuk menghadapi Pilkada DKI 2017 adalah bagian daei
praksis politik yang dalam padanya, keindonesiaan kita pun dipertaruhkan. Kalau
koalisi ini dibentuk hanya untuk melumpuhkan Ahok, maka demokrasi ini tengah
melawan rakyatnya sendiri. Meraih elektabilitas tertinggi dalam berbagai jajak
pendapat independen membantu kita mengerti bahwa Ahok memang pilihan rakyat.
“Rakyat”
di sini bukan sekadar istilah dalam ensikopedia politik. Rakyat adalah entitas
tunggal yang mengacu pada yang empunya kekuasaan (demos). Demokrasi yang
sesungguhnya adalah demokrsi rakyat. Maka, kalau ada yang berpolitik di luar
kehendak kita sebagai rakyat, itu “demokrasi mereka” bukan demokrasi “kita”.
Artikel ke-12
Mukidi dalam Humor yang Adil dan Beradab
Oleh ARSWENDO ATMOWILOTO
Mukidi
menghilangkan batas antara dunia maya nyata. Sosok lelaki yang
diakui berasal dari Cilacap, atau Madura, atau mana saja ini, sebenarnya adalah
tokoh fiktif yang disejajarkan dengan nama legen lain, seperti Wanokairun,
Mandoblang, dan atau Abunawas. Namun, di media social sosoknya memiliki wujud.
Bahkan,
ada sarasilah, pohon asal-usul keluarga itu sampai lima generasi, baik yang
laki-laki maupun perempuan berawalan nama Mu. Ada juga foto keluarga Mukidi
dengan istri dan anak-anak, semua berwajah sama. Kini bahkan beredar pesan
pendek dari Mega untuk PDI-P untuk mencalonkan Mukidi, dan bukan Ahok. Karena ternyata
Mukidi lebih popular.
Tentu
saja puluhan, atau ratusan, humor dengan tokoh utama Mukidi sebagai dengan
materi humor lama, atau klasik, atau yang dulu menggunakan nama bukan Mukidi.
Mukidi berbeda nasib dengan dinosaurus yang punah. Mukidi memakai jurus manjing
ajur ajer,mengikuti waktu yang tepat, dan mewujud dalam meme.
Sesungguhnyalah
Mukidi melalui medsos (media social) menemukan bentuk keberanian yang lucu,
juga haru, tidak saru, dan tidak mengganggu. Ini yang disyukuri ketika cara
kritis makin menipis atau berubah menjadi sangat kasar. Mukidi sosok yang bisa
menampung itu: bahkan bisa dipertanyakan apakah dia dwiwarga Negara atau tidak,
misalnya.
Mukidi
adalah… ah sudahlah. Mari bersenandung lagu “Bengawan Solo” karya Gesang.
“Bengawan Solo” karya Gaseng. ” Bengawan Solo, riwayatmu kidii….”
Artikel ke-13
Dampak La Nina terhadap Pertanian
Oleh VIKTOR SIAGIAN
Musim kemarau sudah berjalan empat bulan, tetapi intensitas hujan cukup
tinggi. Di pinggiran Kabupaten Bogor juga masih turun hujan dalam dua hari ini.
Hal ini di sebabkan sedang ada fenomena alam La Nina.
Sesuai prediksiBdan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dari
sejak akhir Februari-September 2016 akan terjadi fenomena alam La Nina.
Kebalikan dari El Nino, La Nina adalah kondisi di mana suhu di Samudra Hindia
Selatan menurun dan mengakibatkan hujan di sebagian wilayah Indonesia.
Bagi dunia pertanian, khususnya tanaman pangan, fenomena La Nina adalah
hal yang menguntungkan. Apalagi bagi lahan sawah tandah hujan yang merupakan 40
persen dari luas total lahan sawah kita, seluas lebih kurang 12 juta ha. Curah
hujan yang cukup tinggi tetapi tidak akan mengakibatkan banjir akan menambah
luas tanam, yang berarti meningkatkan produksi. Tidak hanya pada tanaman padi,
tetapi juga tanaman lain seperti jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau:
Hanya pada tanaman buah-buahan curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan gagal
penyerbukan atau gagal pembentukan (buah menjadi rontok).
Harus ditinjau kembali Undang-undang tentang otonomi Daerah yang
memberikan wewenang kepada kepala daerah/bupati untuk memberikan izin
lokasi/prinsip untuk perubahan fungsi hutan (hutan produksi tetap atau terbatas)
menjadi lahan perkebunan. Kita tidak perlu menjadi produsen kelapa sawit
terbesar di dunia kalau hutan kita sekarang menjadi habis.
Artikel ke-14
Ideologi Maritim
Oleh YONVITNER
Perorma
pembangunan maritime yang yang lambat tidak hanya karena gagal paham, tetapi
juga tidak ada ideologi yang menjadi platform pembangunan Negara maritim
Indonesia. Ideologi Negara maritime herus tumbuh sebagai sebuah kekuatan
ekonomi, social, budaya, politik, dan tanpa energy yang memadai untuk maju.
Keberadaan indonesia di jalur perdagangan dan pelintasan dunia antara timur dan
barat, utara dan selatan, menjadi modal besar bagi bangsa ini untuk maju di
banding maritimnya.
Potensi
dan kekayaan yang besar tersebut hanya belum berdampak positif Indonesia.
Negara kita masih dihadapkan pada kesuliatan ekonomi, pengangguran, dan
ketimpangan pembangunan ekonomi. Potensi sebnyak 40 juta lapangan kerja bagi
penduduk Indonesia belum bisa ditumbuhkan.
Namun,
pemerintah terlihat masih ragu, terlihat embigu, dalam mengambil sikap
membangun maritim untuk mengurangi proses pembangunan maritime. Padahal, kalau
digali, kelemahan sebenarnya adalah tidak jelasnya ideology (platform) yang
dibangun untuk mencapai output keuanagan terdapat di lepas pantai, 14 di
pesisir, dan hanya 6 di daratan. Potensinya diperkirakan mencapai 11,3 miliar
barrel minyak bumi dengan cadangan gas bumi diperkirakan 101,7 triliun kaki
kubik.
Untuk
menangkap peluang-peluang tersebut, sebagai bangsa maritime kita harus
mengawali lompatan ide yang cmerlang. Ideology (pertahanan keamanan) maritime,
ekonomi berbasis sumber daya laut, industry maritime harus tumbuh secara
progresif.
Artikel ke-15
Solusi Mendasar Isu Daging Sapi
Oleh SISWONO YUDO HUSODO
Menjelang Idul Adha 2016, dengan banyaknya permintaan hewan kurban,
harga sapi hidup antara Rp 55.000 dan Rp 60.000 per kilogram; sementara harga
sapi hidup di Australia hanya Rp 24.000 per kilogram. Hara daging sapi ritel di
pasar pernah mencapai Rp 150.000 per kilogram dan akhir-akhir ini sekitar Rp
120.000 per kilogram; sementara harga ritel daging sapi yang sekelas di
Australia hanya sekitar Rp 50.000 per kilogram. Banyak pengamat mengatakan,
harga daging sapi di Indonesia termahal di dunia.
Masalah mendasar dari mahalnya harga daging sapi di Indonesia adalah
karena populasi sapi di Indonesia sangat kurang dibandingkan jumlah penduduknya
dan reproduksinya (tingkat kelahiran sapi) sangat rendah. Sebagai perbandingan,
penduduk Autralia sekitar 18 juta orang, populasi
sapinya sekitar 30 juta ekor. Penduduk India 1,2 miliar orang,
jumlah sapi dan kerbaunya sekitar 300 juta ekor. Pada tahun 2015, Indonesia
dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta orang, jumlah sapi dan kerbau hanya
16,7 juta ekor.
Tidak patut Indonesia dengan Hijauan Makanan Ternak (HMT) yang melimpah
sepanjang tahun menjadi negara pengimpor daging. Penyelesaian masalah daging
sapi ini tidak bisa berjangka pendek dan kita harus meletakkan dasar perbaikkan
yang paling fundamental itu sen sekarang. Tanggung jawab moral setiap
pemerintahan dan setiap generasi adalah menyerahkan negara-negara kepada
pemerintahan dan generasi berikutnya dalam keadaannya yang lebih
baik dari sebelumnya.
Artikel ke-16
Pemimpin Berwatak Angin
Oleh
INDRA TRANGGONO
Idealnya,
pemimpin itu berwatak angin. Bukan sekedar menyejukkan dan member kenyamanan,
melainkan juga mampu jadi pusat pendengaran dan penglihatan rakyat atas
berbagai fenomena dan realitas itu kata kearifan Jawa dalm konsep hastabrata.
Betapa
pentingnya akurasi data dan fakta bagi presiden dalam mengelola kekuasaan,
misalnya di dalam mengangkat seorang menteri. Salah pilih bisa fatal karena
menteri adalah tangan panjang presiden untuk menjangkau keberhasilan demi
kesejahteraan rakyat.
Terkait
kecermatan dan ketelitian dalam kinerja kepemimpinan, budaya Jawa memiliki
konsep hastabrata (delapan watak kepemimpinan). Di satu di
jelaskan bahwa pemimpin yang ideal memiliki delapan ciri yang disimbolkan
dengan alam, yakni bumi (member kehidupan), samudra (lapang dada, kenerjarnihan
pikiran), bulan (pencerah), matahari (energy, inspirasi) bintang (orientasi
keteladanan), api (tegas, lugas), air (rendah hati), dan angin.
Pemimpin
harus jauh dari karakter serba gamang, ragu, dan penakut karena kekuasaan
selalu menuntut ketegasan dan keberaniaan (watak api).
Pertanyaan
besarnya: beranikah para pemimpin di negeri ini menjadi ksatria konstitusi?
Yakni sosok pemimpin berkapasitas pendekar yang memiliki watak keempuan dan
kebrahmanaan dalam menerjemahan konstitusi ke dalam realitas kehidupan rakyat
demi memenuhi hak-hak dasar public. Pemimpin macam ini pasti diapreasi dan
dinilai wangun (pantas, layak, memenuhi standar nilai) oleh
rakyat.
Artikel ke-17
NEGARA PANCASILAIS
Oleh:
SALAHUDDIN WAHID
Kita
sering mendengar istilah Indonesia sebagai “Negara Pancasila”, yaitu negara
yang berdasarkan pancasila. Selanjutnya, istilah pancasilais digunakan untuk
menandai tokoh yang berperilaku dan kinerjanya sesuai dengan pancasila. Dengan
demikian, apakah istilah negara pancasilais lalu tidak tepat?
Menurut
saya, istilah itu tidak salah. Yang pancasilais bukan hanya perseorangan,
melainkan juga organisasi, termasuk negara. Negara pancasilais adalah negara
yang menunjukkan prinsip pancasila dalam kebijakannya.
Sila
pertama adalah perpaduan antara keislaman dan keindonesiaan. Banyak negara di
Timur Tengah belum bisa menyelesaikan hubungan keislaman dengan kebangsaan.
Berdirinya Kmentrian Agama (Januari 1946) adalah proses memadukan keindonesiaan
dengan keislaman. Kita mengalami banyak tantangan dan gangguan terhadap
persatuan Indonesia. Dari PRRI dan permesta, DI/TII,PKI, hingga GAM dan OPM.
Pemerintah orde baru lebih mengutamakan pendekatan keamanan dalam upaya menjaga
persatuan Indonesia sehingga banyak terjadi pelanggaran HAM.
Untuk
sila pertama, menurut saya, sudah cukup baik. Untuk sila kedua, yang sudah
cukup baik adalah dalam
Artikel ke-18
Ketidak Berdayaan Negara
Oleh SATRIO SUNANTRI BROJONEGORO
Persoaalan
utama yang harus dapat diatasi oleh Negara adalah memberdayakan rakyatnya
sedemikian rupa sehingga mampu mendukung terwujudnya masyarakat yang mandiri
sejahtera. Hal ini sejalan dengan agenda ke enam dari Sembilan perioritas,
pembangunan presiden Joko Widodo, yaitu meningkatkan produktifitas rakyat dan
daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan
bangkit bersamabangsa-bangsa ASIA lainnya. Kata kunci dari agenda keenam itu
adalah produktifitas rakyat dan daya saing di mana kedua hal berikut yang saat
ini justru berada di titik nadir. Artinya, pada saat ini rakyat sangat tidak
produktif dan tidak mempunyai daya saing sama sekali. Dimana letak permasalahan
yang sebenarnya sehingga Negara mengalami ketidak berdayaan seperti ini.
Para
pembuat kebijakan pendidikan sering kali menyikapi hasil-hasil tes
Internasional secara sekeptis, ada yang mengatakan tes tersebut tidak sesuai
dengan kenyataan yang sebenarnya, bahwa tes tersebut tidak cocok sengan kondisi
dan kultur Indonesia yang beragam etnisnya dan luas sekali wilayahnya, bahwa
sampling datanya tidak refresentatif dan sebagainya.
Adapun
hasil surve perihal soft-skill yang menonjol adalah sebagai berikut: 92 persen
menyatakan bahwa para pekerja sangat lemah dalam membaca meskipun dalam bahasa
Indonesia, 90 persen dalam menulis, 84 persen dalam hal etos kerja, 83 persen
dalam kemampuan berkomunikasi, dan 82 persen dalam kemampuan bekerja dalam tim.
Artikel ke-19
Mentalitas Keragaman dan Toleransi
Oleh ZULY QODIR
Indonesia
bisa menjadi contoh bagi Negara-negara Timur Tengah dalam mengelola keragaman
dan sikap toleran. Indonesia merupakan Negara dengan penduduk Islam terbesar,
tetapi tidak mendakukan dirinya sebagai Negara Islam Indonesia yang bersifat
toleran dan moderat.
Sejumlah
peristiwa pengeboman beberapa waktu ini, seperti di Amerika Serikat, Turki,
Perancis, ataupun Belgia yang senantiasa melibatkan penduduk beragam Islam asal
Timur Tengah menjadi salah satu batu sandungan aktivitas tolerani dan moderasi
Islam di Timur Tengah. Oleh sebab itu, aktivitas toleransi dalam masyarakat
yang beragam sebenarnya benar-benar bisa di harapkan datang dari Idonesia
sebagaimana pernah dikatakan Abdullahi Ahmed An Naim (2015), ahli hukum Islam
asal Sudan.
Di
sinilah tugas pendidik, ustaz, tokoh perempuan, dan pemuda menjadi pilar untuk
membangun mentalitas keragaman dalam Negara yang memiliki kekuatan masyarakat
sipil semacam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) untuk mendukung
berlangsungnya kehidupan keagamaan, social, dan politik yang stabil.
Namun,
itu semuanya akan terletak pada kita semua yang mengkehendekati adanya
demokrasi yang lahir dari rahim bangsa sendiri. Demokrasi yang lahir dari rahim
masyarakat sipil dan ormas keagamaan sebab berharap demokrasi yang sesungguhnya
dari partai politik tampaknya jauh panggang dari api. Namun, nasib demokrasi
yang sesungguhnya akan suram jika masyarakat sipil dan keagamaan sipil
perilakunya tak jauh beda.
Artikel ke-20
Gagap Membaca Fakta
Ada
banyak fakta yang menunjukkan bahwa bangsa kita masih terpuruk, tetapi gagal
kita baca. Fakta terbaru terlihat dari hasil penelitian hasil tes PIAAC atau
Programme for the Internation Assessment of Adult Competencies (digunakan untuk
melihat tingkat kecakapan orang dewasa) OECD.
Di
sana, hampir di semua jenis kompetensi yang diujikan, seperti literasi,
numerasi, dan problem solving, kita selalu berada pada jurang
paling dalam. Sebagaimana dikutip Victoria Vanggidae(Kompas,21/9), survey ini
tidak dilakukan di Indonesia. Sebab, Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Memang,
dikatakan bahwa bantuan Rp 3,6 miliar itu bukan beasiswa, melainkan murni dari
sisi kemanusiaan dengan besaran Rp 360 juta per orang. Sampai di titk ini, ide
ini sangat baik, bahkan sangat baik. Apalagi kita bukan peratifikasi konvensi
PBB untuk Pengungsi Tahun 1951 sehingga kita bisa menerima pengungsi, tetapi
tidak berkewajiban memberikan hak atas pelayanan social, termasuk pendidikan.
Hanya saja, kita harus sampai pada posisi bahwa saat ini kita nyatanya masih
kacau-balau dengan fasilitas pendidikan.
Kita
bahkan belum samapai pada fakta lain bahwa di sejumlah tempat siswa sering kali
menjadi “mesin kerja” dan “mesin uang”. Sepulang sekolah langsung ke sawah, ke
ladang, berjualan, atau kegiatan-kegiatan lainnya. Ini terjadi karena orangtua
butuh tenaga untuk mencari uang. Nah, bayangkan kalau sekolah akan seharian,
dari mana lagi orangtua akan mendapatkan uang tambahan untuk menyekolahkan
anak.
Artikel ke-21
Pancasila Cita-cita Indonesia
Orde
baru merayakan kesaktian pancasila yang tak tergantikan oleh ideologi
komunisme. Mistifikasi Pancasila analog dengan kuasa gaib yang menyelamatkan
Indonesia dari menjadi negara komunis. Itulah Pancasila sebagai dasar statis
tak tergoyahkan, di atasnnya berdiri bangunan negara Indonesia.
Bung
Karno dalam kursus tentang Pancasila (1958) memakai metafora meja statis, “yang
dapat mempersatukan segenap elemen bangsa ... dan negara “. Pancasila digali
dari dalam masyarakat jiwa masyarakat Indonesia sendiri, sedangkan komunisme
merupakan elemen asing. Memebaca panasila sebagai sesuatu yang dipertahankan
dan dibela membuat kita abai dengan implementasinya dalam praktik kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Ketika
Pancasila dibenturkan dengan ideologi komunisme, pengarus-utamaan sila
Ketuhanan, yang kebetulan urutanya pertama pada pembukaan UUD 1945. Tanpa
disengaja, sila-sila lain menjadi kurang utama. Agama dianggap obat mujarab
(panasea) yang dapat menyelesaikan semua masalah, mulai dari karakter sampai
perekonomian bangsa.
Sesudah
merdeka lebih dari tujuh dekade, apakah arah berbangsa dan bernegara Indonesia
semakin mendekatkan rakyat kepada cita-cita Pancasila? Ada capaian tetapi masih
banyak belum tercapai. Bung Karno menegaskan bahwa kemedekaan Indonesia hanya
“Jembatan emas” “ untuk mengantar rakyat indonesia tiba di alam “ kita memerdekakan
rakyat kita... kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia merdeka
yang gagah, kuat, sehat...”.
Apabila
kebijakan negara dan laku penyelenggara negara bertentangan dengan Pancasila,
praktik kehidupan berbangsa dan bernegara juga akan tidak pancasilais.
YONKY KARMAN
Pengaja di Sekolah Tinggi Filsafat Theologia Jakarta
Artikel ke-22
Menjajaki Kerja Sama Kereta Api Indonesi-Rusia
Oleh OV BELOZYOROV
Saat
ini Indonesia masih merupakan pusat perekonomian terbesar di Asia Tenggara
dengan tingkat. Sumbangan paling signifikan dalm pertumbuhan itu berasal dari
industry berat, industry pembangunan.
Ada
kargo produk industry itu dalam skala besar yang perlu di angkut. Kereta apilah
yang paling tepat karena cepat, hemat dan ramah lingkungan.
Sebagai eujud pengukuhan dan peningkatan kerja sama Rusia –Indonesia ,
tahap pertama yang akan kita realisasikan adalah proyek pengembangan
infrastruktur transportasi di Pulau Kalimantan dengan tujuan membangun
infrastruktur tranportasi yang efesien.
Selain
perancangan dan pengembangan intranstruktur perkeretaapian, dalam kerja sama
Indonesia-Rusia juga disepakati kerja sama dalam pelatihan staf preposional
dengan melibatkan perguruan tinggi di Rusia.perusahaan desain PT Kereta Api
Borneo cendrung lebih menginginkan memperkerjakan staf lokal, termasuk ahli
teknis. Untuk itu, di sepakati program kerja sama antara Provinsi Kalimantan
Timur, perusahaan desain PT Kereta Api Borneo, dan perguruan tinggi Rusia.
Pemerintah
Rusia yang mendukung prakarsa ini sejak tahun 2014 memberikan 50 tempat dalam
satu tahun untuk belajar di universitas kereta api di Rusia kepada para
mahasiswa Indonesia. Program ini dibiayai dari dana anggaran Pemerintah Rusia.
Saat ini, tercatat sudah ada 100 mahasiswa dari Kalimantan yang kuliah di Rusia
dan 50 orang lagi direncanakan akan tiba di Rusia pada Oktober tahun ini.
Artikel ke-23
Pengendali Risiko Koruptor di TNI
Oleh DEDI HARYADI
Komite
Pemberantas Korupsi enggan. Presiden sebagai panglima TNI tertinggi juga
enggan. Keengganan KPK mengungkapkan dan mengadili korupsi di tubuh TNI dapat
di lihat dalam tulisan saya di harian ini, “Pemberantas Korupsi di tubuhTNI
dapat dilihat dalam tulisan saya di harian ini, “pemberantasan Korupsi dan
Penegakan Supremasi Sipil” (Kompas,2/8)
Sementara
keengganan Presiden Joko Widodo mengendalikan risiko korupsi di dalam
Instiruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi yang baru saja keluar. Dalam inpres tersebut saja keluar.
Dalam inpres tersebut sama sekali tidak ada aksi bagaimana mencegah dan
memberantas korupsi di tubuh TNI.
Hikmah
apa yang kita dapat dari realitas politik seba enggan ini? Pertama, lenskapsosial
politik yang demokratis dan masyarakat sipil yang kuat dan efektif tersebut
sesungguhnya belum sepenuhnya terwujud. Kedua, karena itu, upaya membangun
demokrasi dan masyarakat sipil yang kuat dan efektif harus dilanjutkan dan di
perdalam.
Komponen
utama dan paling penting dari semua jenis control tersebut adalah adanya
politisi, aktivis, wrga, dan jurnalis yangknowledgeable, berintegritas
tinggi, independen, dan militant. Kita harus memproduksi orang-orang seperti
itu. Kalau aktivitas mungkin seperti almarhum Munir.
Tidak
kalah penting, secara internal, kita perlu mendorong dan menumbuhkan
prajurit-prajurit yang punya roh dan semangat anti korupsi yang kuat. Selain
piawai tempur, mereka juga dapat memerangi korupsi di tubuhnya.
Artikel ke-24
Perombakan Pendidikan dan Sekolah Gratis
Oleh Y NUGROHO WIDIYANTO
“Perlu ada perombakan besar-besaran untuk meningkatkan kualitas
pendidikan kita, “demikian diungkapkan Presiden Joko Widodo, Rabu (5/10).
Jagat
perpolitikan dan pendidikan Indonesia geger pada awal 2000-an saat Bupati
Jembrana Gede Winasa meluncurkan program sekolah gratis. Tindakan populis yang
out of the box ini menjadi buah bibir di semua kalangan dan memberikan
keuntungan politik kepadanya untuk menjabat dua priode. Akibatnya, langkah itu
sudah di ikuti sebagian besar calon dan pertahanan pimpinan daerah lain.
Setelah lebih dari 15 tahun program populasi ini menjadi “standar” kampanye
sehingga sering kali sudah kehilangan magnetnya, ada beberapa hal penting kalau
di kaji ulang. Kalau kita mengacu kepada pendidikan gratis di Negara-negara
kesejahteraan.
Alternatif
kedua sekolah gratis tetap diberikan kepada sekolah negeri seperti saat ini
tetapi sekolah negeri seperti saat ini tetapi sekolah negeri harus memberikan
sebagian besar kursinya (70 persen) bagi anak-anak dari keluarga miskin,
sementara sisanya dipakai oleh anak-anak berperestasi. Baik anak yang
bersekolah di negeri karena factor social ekonomi keluarga (equity) maupun
karena prestasi (quality) diharapkan mendapatkan fasilitas gratis seperti di
Negara-negara kesejahteraan. Dengan demikian, sekolah negeri tetap bisa menjadi
model atau contoh sekolah berkualitas bagi sekolah swasta, tetapi dana subsidi
tepat sasaran karena diberikan kepada kelompok marjinal dan kelompok siswa
berperestasi.
Artikel ke-25
Pilkada Rasional Jakarta
Oleh EDUARDUS LEMANTO
Masyarakat
Jakarta umumnya memasuki reasoning public; public yang menalar. Seiring dengan
itu, pilihan politik mereka pun condrong rasional: memilih karena mereka paham,
khas “masyarakat memahami” (understanding society). Pilihan mereka bebas dan
independen. Selain itu, tidak ditentukan citra politik yang dibangun, baik oleh
media maupun partai-partai politik.
Artinya,
politik tradisionalyang bercirikan believing spciety; “kehilangan panggung.
Karena itu, panggung Pilkada DKI mendatang hampir pasti diisi kompetisi mutu
calon-calon ketimbang bangun citra, kemasan parpol-parpol atau media-media yang
mencoba menggelindik opini public.
Pilkada DKI mendatang adalah taruhan; menuju kota yang sehat atau yang
sakit, yamg melinatkan para calon, parpol-parpol, dan masyarakat memiliki
kesehatan nalar dan menta.l Disebut kota sehat jika di pimpin, kata Platon, oleh
ho sophos.
Namun,
kota yang sehat juga ditentukan pilihan masyarakat. Pilihan rasional,
independen, dan bermutu akan penentuan kualitas Pilkada DKI Jakarta yang sudah
di depan mata. Pilihan bermutu berfondasi pada akal sehat. Ia terbebas dari isu
SARA dan sejumlah kepentingan kelompok sembit.
Akhirnya,
perpol hanya akan berperan besar, berpengaruh, efektif, dan efisien jika mampu
menyingkirkan strategi-strategi kuno dan tradisional yang bertendensi
destruktif dan memecah belah. Politik DKI Jakarta tengah menuju cililized
politics-politik yang beradab, dan janganlah kita membuatnya tidak beradab.
Artikel ke-26
Membela Hak Peladang Berpindah
Oleh IWAN MEULIA PIROUS
Sistem
pertanian lading berpindah termasuk aktivitas tani tertua di duinia.
Praktik terbesar terjadi di kawasan Asia Tenggara, seperti di Filipina,
Vietnam, Sarawak (Malaysia), Kalimantan (Indonesia), dan Thailand. Perdagangan
berpindah adalah strategi yang fungsional, efektif, dan cocok bagi karakter
masyarakat kawasan hutan di Asia Tenggara.
Perdagangan
berpindah dianggap terbelakang, bahkan oleh kalangan akademik. Dari perspektif
ekonomi, lading berpindah di anggap tak efisien. Hasilnya terlalu sedikit
disbanding dengan luas lahan yang digunakan.
Praktik
perladangan berpindah sering disebut dengan istilah “merendahkan”, yaitu slash
and burn agriculture, karena ada kata menebang dan membakar untuk menyediakan
lahan yang siap tanam. Terminology ini asosiatif dengan kebakaran hutan.
Padahal,
jika dipahami secara mendalam, pembakaran hanya satu tahap singkat dari
konversi lahan dari sekian fase yang harus dilalui, seperti menebas, membakar,
menugal, menyiang, memanen, dan berpindah ke lahan baru.
Perdagangan
berpindah seharusnya dianggap sebagai eksperesi kebudayaan khas Indonesia dalam
mewujud ketahanan pandangan mandiri. Hal itu termasuk resistensi terhadap
krisis ekonomi global.
Kawasan
lading berpindah jinni dipengaruhi papan larangan membakar dengan ancaman
dengan Rp 500 juta. Mereka tetap membakar dan berkejaran dengan petugas. Warga
desa pinggir hutan memang sudah diberikan hak kelola atas hutan desa jika hak
untuk melakukan aktivitas tradisionalnya dibunuh?
Artikel ke-27
Politik Kebangsaan Gerakan Mahasiswa
Oleh HALILI
Dalam satu decade terakhir, kesadaran public kerapdilambungkan dengan
mimpi Indonesia Emas 2045. Dinyatakan, pada usia seabad republic itu kita akan memanen
buah dari musim yang sedang berpihak pada kata: bonus demografi.
Dalam konteks itu, kita harus merefleksikan gerakan mahasiswa di
kampus-kampus. Mereka merupakan lascar Indonesia muda yang sangat kita
harapkan. Sayangnya, secara eksternal mereka dihadapkan pada situasi bangsa
yang berada ancaman penjajahan modern yang massif dan mulai merusak dalam detak
jantung kehidupan berbangsa dan bernegara. Patut dicatat, konolianisme baru
akan bagi kita secara makro, bangsa besar hampir selalu berpijak pada tiga
modal; modal ekonomi, modal social, dan modal manusia.
Secara internal, gerakan mahasiswa mengalami persoalannya sendiri. Dari
pengalaman mendampingi, pengamatan, dan kontemplasi yang menulis lakukan,
secara inward looking banyak persoalan yang dihadapi gerakan mahasiswa.
Melihat dua tantangan tersebut, eksternal dan internal, gerakan
mahasiswa harus dilakukan revitalisasi melalui dua langkah utama. Pertama,
battle of values (pertarungan nilai). Kedalam, mahasiswa harus
mendefinisakan ulang identitas dirinya. Kedua, reaktualisasi gerakan mahasiswa.
Mereka harus menata ulang keberpihakannya, pada kepentingan masyarakat
berbangsa dan bernegara.
Akhirnya, gerakan mahasiswa disini kini harus meneguhkan relevansinya.
Mereka mereka mesti berkontribusi bagi liberasi bangsa. Gerakan social mereka
harus menjadikan bagian dari gerakan kolektif untuk tegaknya harkat dan
martabat bangsa.
Artikel ke-28
Pembangunan Gizi
Oleh NILA F MOELOEK
Ketika berkunjung ke sejumlah daerah untuk memantau kesehatan
masyarakat, Presiden Joko Widodo menemukan kondisi kesehatan masyarakat yang
masih berfluktuasi.
Dalam hal ini, nutrisi memang peran sentral dalam mewujudkan kehidupan
bangsa yang lebih sehat dan sejahtera. Nutrisi menjamin tumbuh kembang yang
akhirnya bermanfaat kesehatan dan ekonomi. Tumbuh kembang anak menjadi lebih
sehat.
Keberhasilan dalam implementasi pembangunan kesehatan nasional sangat
bertumpu pada bagaimana kita memberikan perhatian pada nutrisi dalam keluarga,
terutama pada anak-anak dalam masa tumbuh kembang.
Ibu hamil yang tidak cukup gizi akan melahirkan bayi dengan berat badan
rendah hingga beresiko terkena penyakit-penyakit yang mengancam kelangsungan
hidup anak. Para gadis yang kekurangan gizi beresiko tidak mampu mengandung dan
melahirkan anak yang sehat. Kekurangan gizi menciptakan lingkaran jahat karena
akan menghambat tumbuh kembang anak hingga
dewasa.
Gerakan 1000 HPK ini bertolak pada pemikiran bahwa periode terpenting
dalam kehidupan, yang mencakup 270 hari dalam kandungan dan 730 hari setelah
kelahiran. Masalah gizi selama periode tersebut akan memengaruhi tumbuh kembang
anak, mengakibatkan kondisi kerdil, kurus kering, ataupun obesitas, dan pada
gilirannya memperburuk kualitas hidup saat
dewasa.
Salah
satu focus germas adalah pemenuhan kebutuhan gizi melalui konsumsi sayur dan
buah sebagai landasan mewujudkan kehidupan keluarga yang
sehat.
Artikel ke-29
Kebijakan Hukum Nirdata
Oleh SULISTYOWATI IRIANTO
Saat
ini ilmu pengetahuan menghela berbagai kemajuan umat manusia di dunia. Tak ada
satu kebijakan pemerintah (dan industry)pun diambil tanpa rekomendasi hasil
penelitian.
Penelitian
yang diacu adalah yang kualitas data dan prosesnya teruji, karena
dipertanggungjawabkan bagi kepentingan public. Di Negara yang pemerintahnya
bertata kelola, menghargai ilmu pengetahuan dan nalar, peran ilmu pengetahuan
tidak dipertanyakan lagi. Suatu kebijakan, sungguhpun begitu mulia tujuannya,
tak bisa hanya didasarkan pada intuisi atau rekaan penguasa. Kelemahan kita
adalah ketiadaan data dasar di banyak bidang; sebagai acuan penting berbagai
pengambilan keputusan.
Seberapa
jauh data dan hasil penelitian digunakan sebagai acuan adalah juga dalam proses
perumusan produk hukum. Ada berbagai instrument hukum yang mensyaratkan naskah
akademik, hasil penelitian andal, bagi pembuatan produk hukum. Namun, sudah
menjadi rahasia umum naskah akademik dibuat hanya sekedar memenuhi syarat
administrative. Bahkan naskah akademik baru dibuat setelah proses perumusan
hukum berlangsung. Itu pun tidak dipertanyakan lagi kualitas dari
penelitiannya.
Kenyataan
dia atas menunjukkan, ilmu penegetahuan harus menjadi soko guru bagi segala
upaya pemajuan bangsa. Kecerdasaan intelektual dan nurani, sikap kritikal,
harus melandasi setiap proses perumusan kebijakan yang rasional. Kebijakan atas
dasar emosi sesaat, populasi, terlalu beresiko dan tak bermaslahat bagi
masyarakat; yang sedang belajar berdemokrasi.
Artikel ke-30
Malapetaka di Universitas
Oleh SYAMSUL RIZAL
Apakah
tugas universitas atau perguruan tinggi? Tugasnya sudah jelas: melaksanakan
Tridharma PT adalah kewajiban perguruan tinggi untuk menyelenggarakan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Tugas
ini tentu saja tugas yang sangat mulia karena memiliki berbagai tujuan
sekaligus: menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, menjaga lingkungan, serta
mencari kebenaran secara hakiki. Tugas mulia ini hanya mungkin dilaksanakan di
universitas dan bukan di tempat lain.
Dengan
kewajiban yang sangat mulia, yaitu untuk melaksanakan Tridharma PT, sebenarnya
sangat membanggakan juga apabila seseorang yang hebat di PT berlomba
mati-matian untuk menjadi rector, yaitu untuk memimpin PT-nya mengeksekusi
Tridharma PT. Namun, yang jadi masalah dan pertanyaan kita semua, kalau hanya
ingin menjalankan tugas mulia tersebut, untuk apa sampai harus memakai
cara-cara yang kotor dengan cara menyuap?
Dalam
PT, Semua kerja bersama-sama: dalam tim mengajar, meneliti, dan dalam melakukan
pengabdian para masyarakat. Pemilihan rector, dekan, dan seterusnya yang
berlangsung sangat merugikan PT harus dijaga semangat kebersamaan dan
kekeluargaannya. Kalau sampai elemen-elemen ini terbelah, yang rugi kita
semuanya.
Seharusnya
kasus-kasus yang melanda universitas kita selama ini sudah cukup jadi
pembelajaran untuk mencopot KPA dari setiap rector di seluruh Indonesia, biarlah
urusan keuangan di PT diurus oleh para professional yang mengerti tentang hal
tersebut.
Artikel ke-31
Jalan Ekonomi Presiden Jokowi
Oleh A TONY PRASETIANTONO
Dua
tahun silam, ketika Presiden Joko Widodo memulai tugasnya pada 20 Oktober, lalu
membentuk cabinet 27 Oktober 2014, saya berpikir betapa “beruntungnya” dirinya.
Banyangkan, pada pemerintahan sebelumnya, perekonomian Indonesia begitu
terpukul oleh harga minyak yang menggila hingga di atas 100 dollar AS
perbarrel. Konsekuensinya, anggaran pemerintahan mengalami tekanan hebat.
Pemerintah
haru menganggarkan Rp 350 triliun hanya untuk subsidi energy, yang terdiri dari
subsidi BBM Rp 250 triliun ditambah subsidi listrik Rp 100 triliun. Presiden
saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, tidak berani mengambil resiko menurunkan
subsidi. Dia memilih membiarkan APBN terkoyak.
Salah
satu obsesi besar Presiden Jokowi adalah menurunkan suku bunga bank. Fakta
menunjukkan bahwa suku bunga bank di Indonesia-baik suku bunga deposito maupun
kredit-merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Karena itu, jika ingin
bersaing dalam konteks masyarakat Ekonomi Eropa (MEA), suku bunga juga harus
diturunkan. Karena itu, berbagai inisiatif dilakukan untuk menuju ke suku bunga
rendah.
Biasanya, inisiatif ini akan mengundang resistensi yang tidak kecil.
Hanya dengan gaya kepemimoinan yang kuat, baik oleh Menteri BUMN dan bahkan
oleh Presiden Jokowi, hal ini bisa dilakukan. Saat ini pemerintah tengah
memprosesnpembentukan holding company di sector energy, yang melibatkan
Pertamina dan PGN. DI kemudian hari, hal in bisa diterapkan di industry
perbankan.
Artikel ke-32
Pilkada dan Defisit Imajinasi
Oleh ASEP SALAHUDIN
Salah
satu tema yang tidak pernah selesai dipercakapkan adalah agama.
Diperbincangkan terbentang mulai dari yang bersemangat menampilkan sisi
ideologis, epistemologis, mistis, sampai yang beraroma, mistis, sampai yang
beraroma politis. Bahkan, dalam konteks keindonesia ketika salah satu yang
menyita perhatian adalah isu agama sebelum pada akhirnya ditemukan rumusan
“Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagi bagian Pancasila yang kemudian disepakati
semua pihak.
Bagi saya, rumusan itu melambangkan agama yang ikut berpartisipasi di
ruang public di satu sisi lain bagaimana para bapak pendiri bangsa.
Hanya
pada periode ini jabatan kapolda dan gubernur harus diperiksa agamanya. Ruang
public dibajak kaum puritan untuk mendesakkan keinginan politik dan agamanya
yang telah ditafsirkan secara sepihak dan cendrung serampangan.
Kalau
pada masa Panitia Persiapan Kemerdekan Indonesia (PPKI) dan Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) kita temukan perdebatan menggetarkan
ketika mendiskusikan agama dan Negara.
Tiba-tiba
momentum pemilihan kepala daerah yang semestinya jadi arena penawaran visi,
misi dan program yang bisa menyejahterakan segenap warga tanpa melihat asal
usulnya, justru jadi ajang panas memperdebatkan ayat-ayat kitab Suci.
Politik
bergeser dari upaya agung perwujudancitizenshippolitics ke arah
politik partisisan religion/ethnic-based politics. Agama telah
pudar wajah kritisnya, dan yang mencuat ke ruang public adalah jubah
dogmatisnya.
Artikel ke-33
Gizi Pembangunan
Oleh BAYU KRISNAMURTHI
Gizi
pembangunan. Itulah judul buku diluncurkan beberapa hari lalu di Jakarta,
berisi kumpulan tulisan Soekirman, guru besar emeritus IPB, seorang pejuang
gizi yang telah berkiprah lebih dari 50 tahun.
Gizi
pembangunan merupakan sebuah penegasan bahwa gizi yang baik dan cukup merupakan
persyarat kemajuan bangsa. Membahas kembali pengaruh status gizi masyarkat bagi
pembangunan saat ini menjadi relevan paling tidak karena dua alasan.
Masalah
gizi serius yang dihadapi Indonesia saat ini adalah masalah gizi ganda: di satu
sisi masih cukup besar anggota masyarakat yang yang mengalami masalah
kekurangan gizi atau gizi buruk, tetapi di sisi lain juga cukup banyak anggota
masyarakat yang “kebanyakan gizi” atau kelebihan berat badan dan obesitas.
Soekirman telah menyatakan hal itu sejak 1991 dan terbukti mulai timbul sejak
tahun 2000-an. Kedua masalah itu membuat penderitanya rata-rata membutuhkan
biaya perawatan kesehatan yang lebih tinggi, berhubungan dengan daya saing dan
pendapatan dalam pekerjaan yang lebih rendah, serta berbagai masalah social
ekonomi lain.
Berdayakan
lembaga pemberdayaan masyarakat seperti posdaya, posyandu, atau berberbagai
bagian dari usaha peningkatan gizi masyarakat. Gunakan pendekatan baru dengan
media social untuk melibatkan lebih banyak anggota masyarakat lagi dalam
gerakan ini.
Soekirman
menyatakan “kekurangan gizi adalah bentuk kelaparan tidak kentara”. Sebuah
peringatan dan pelajaran agar kita tak boleh membiarkan hal itu terjadi.
Artikel ke-34
Hillary dan ParadoksPolitik Perempuan
Oleh ARYA BUDI
Hasil
pemilu presiden AS 8 November 2016 menunjukkan paradox dalam kacamata public
internasional, khususnya public Indonesia.
Tentu
ada banyak analisis yang bisa menjelaskan kemenangan Donald Trump dankekalahan
Hillary Clinton: naiknya pemilihan konservatif. Kekalahan Hillary menampilkan
pasel dalam tataan demokrasi liberal AS dan demokrasi electoral di dunia dalam
hal politik perempuan.
Hasil
pemilu AS 2016 bahkan tertinggal dari Negara demokrasi electoral baru. Tak
sedikit jika kita mendaftar munculnya perempuan sebagai orang nomor satu di
Negara-negara Asia. Secara teoretik, deratan pemimpin perempuan di
Negara-negara demokrasi baru di Asia lebih membuktikan bahwa pemilu salah satu
sistem paling efektif untuk meletakkan siapapun.
Ada
dua pelajaran penting dari bangkitnya politik perempuan di Asia. Pertama,
politik perempuan bangitjustru karena keperempuanan. Mereka diuntungkan justru
oleh streotip jender yang ada di masyarakat. Kedua, para pemimpin perempuan ini
lahir dari sebuah adapigum vox populi vox Dei yang mewujudkan dalam one man one
vot.
Terlepas
dari fitur-fitur dinastik, kekalahannya merupakan sebuah paradox besar untuk
sebuah Negara yang menjunjng egalitarianism dan kekesetaraan anatar
laki-laki dan perempuan. Ketika kepemimpinan perempuan justru lahir di
Negara-negara Asia yang cendrung memiliki tradisi patriarki kuat . ketika
peilihan perempuan di negaranya justru memilih kandidat yang melecehkan dan
merendahkan perempuan
Artikel ke-36
Intan dan Sejarah Bocah
Oleh HERI PRIYANTMOKO
Bocah
kecil bernama Intan Olivia br Bnjarnahor (2,5) itu akhirnya terbang ke surge.
Ia dengan Anita Sitohang (2), Trinita Hutahaean (4), dan
Alvaro Sinaga (4) menjadi korban ledakan bom di Gereja Oikumene, Samarinda,
13 November lalu.
Sungguh
keji aksi pengeboman tempat ibadah jemaat HKBP yang merenggut nyawanya anak dan
menyebabkan luka cukup serius itu. Btapa rasa kamanungsan telah longgor dari
hati pelaku, rasa welas asih tak menyelinap dalam dirinya. Nafsu membunuh
bengis kejam melumuri mereka.
Dari
kacamata anak, penunjukan mereka untuk berpartisipai dalam kegiatan formal
kerajaan ini dimaknai sebagai bentuk penghargaan dan pengakuan eksistensi diri.
Penghargaan dan pengakuan inilah yang disenangi dan didamba seorang anak,
terlepas dari kepentingan politis kerajaan untuk membuktikan atau pamer kepada
pihak luar akan kesetiaan dan kepatuhan kawula Mangkunegara, tanpa kecuali
rombongan anak-anak.
Menyitir
pernyataan budayawan Shunta, tepa slira merupakan jaringan rasa yang dapat
menajamkan empeti akan penderitaan orang lain. Dengan tepa slira, orang akan
tolong menolong dalam menghadapi krisis. Setiap orang tahu, hubungan baik
dengan orang lain bergantung pada kadar empeti kita. Empeti terhadap masalah
orang lain, kesulitannya, penderitaan, dan keterbatasannya. Ya, bibit-bibit
teroris subur karena kita abai pada penambahan benih tepa slira dan rasa
kemanungsan sedari dini.
Artikel ke-37
Menyelamatkan Generasi Emas Indonesia
Oleh EMIL SALIM
Di
tengah kesulitan usaha ekonomi sekarang, usaha bisnis rokok mencatat keuntungan
besar.
Hasil
laporan keuntungan perusahaan rokok Djarum mencatat, kuartal III-2016 perttumbuhan
laba sebesar 13,16 persen, sedangkan perusahaan rokok Gudang Garam meraih laba
12,06 persen. Para pengamat memperkirakan emiten rokok masih bisa membukukan
keuntungan hingga akhir tahun 2016 sebesar 7 persen.
Perkembangan
industry rokok semakin dipacu oleh kebijakan mantan Menteri Perindustrian Saleh
Husin pada Agustus 2015 yang menetapkan “Peta Jalan Industri Rokok 2015-2020”
dari 398,6 militer batang rokok (2020). Dari jumlah ini, hanya 0,15 persin
adalah sigaret kretek tangan (SKT) yang padat karya.
Selebihnya
adalah sigaret mesin. Sebesar 50 persen adalah sigaret kretek masin mild
yang naik 100 persen menjadi 306,2 miliar di tahun 2020 dengan kadar
nikotin ringan (mild) yang digemari perokok usia muda. Hasil laporan keuntungan
perusahaan rokok Djarum mencatat, kuartal III-2016 perttumbuhan laba sebesar
13,16 persen, sedangkan perusahaan rokok Gudang Garam meraih laba 12,06 persen.
Para pengamat memperkirakan emiten rokok masih bisa membukukan
keuntungan hingga akhir tahun 2016 sebesar 7 persen
Komentar
Posting Komentar